Dua Pasang Hati

Selasa, 28 Juli 2015 - 10:10 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
“Lo.” Tanpa sadar Lara keceplosan. “Gue?” Lara mengangguk yakin. “Masa?” Cowok itu menoleh tak percaya, dalam hati ia sebenarnya senang.

Keenan mengingat sesuatu, saat Lara semalam mabuk tak sadarkan diri di rumahnya, selanjutnya ia malah tersenyum kecil menatap Lara yang masih sibuk tertawa-tawa. Lara tiba-tiba saja tersadar, apa yang dikatakannya ini… benar-benar menjatuhkan martabat dirinya di depan Keenan.

Masa dia menyatakan perasaannya duluan? “Eh, Nan.. aduh. Kayaknya.. hmm, alkoholnya masih berpengaruh ya? Maaf ya gue nggak jelas banget. Lupain-lupain!” ujar Lara. Cowok itu hanya melirik Lara tanpa mengeluarkan sepatah kata. “Keenan, jangan didiemin dong. Lupain…” rengek Lara seperti anak kecil. Keenan menoleh pada gadis itu, “Gimana gue bisa lupa? Sekali gue denger, ya ingetlah.”

Habislah sudah Lara, setelah Keenan mengucapkan kata-kata itu. Malu banget nggak sih… aduh! Gimana dong, sekarang? “Nan, berhenti di sana deh. Turunin gue, ya. Ya?” “Nope.” “Keenan…” “Apalagi?” “Turunin… rumah gue kan udah deket, tinggal jalan aja. Turunin..” “Gue mau sarapan dulu.” “Sarapan apa? Lo kan udah ngopi!” Lara berusaha mengalihkan niat Keenan.

“Nasi goreng.” “Nggak ada. Nasi di rumah gue abis.” “Ya, kalo nggak ada ke warung nasi waktu itu, lah. Susah-susah amat.” “Ya udah turunin gue…” rengek Lara lagi, mukanya sudah merona merah. Keenan tak peduli, dia semakin menancapkan gasnya dan melaju ke warung nasi Bu Jum, langganannnya.

Sementara Lara sudah habis ketakutan, karena cowok itu kini sudah tahu perasaan sebenarnya. Tanpa sadar, Lara sudah menggali kuburannya sendiri. Bener-bener memalukan! Lara memalingkan wajahnya sepanjang Keenan menyetir. “Turun. Kalo nggak mau, lo tunggu aja gue di mobil. Gue nyalain mesin,” tutur cowok itu acuh. Lara merengut kesal, “Emangnya gue anjing kecil lo apa? Ditinggal sendirian di mobil.”

“Ya udah, turun makanya.” Lara akhirnya mengibarkan bendera putih, lalu mengikuti cowok itu dari belakang. Tanpa sengaja, dengan alasan berbatu dan mengenakan highheels, Lara pun mengamit lengan Keenan. Lara tersenyum senang, dibalik tubuh kokoh cowok itu. Alih-alih mengomeli Lara, Keenan malah lanjut menggandeng tangan Lara.

“Nan, aneh nggak sih… lo sarapan pake baju dokter lo itu. Gue… pake baju kedodoran gini, terus pake highheels lagi,” bisik Lara, setelah mereka duduk di warung itu. “Ya nggaklah. Apanya yang aneh? Lo kan orang kantoran, sama kayak mereka juga..” Keenan menunjuk wanita-wanita berseragam kantor yang seolah memamerkan jenjang kakinya yang seksi di hadapan abangabang penjual nasgor di warung sebelah.

Lara menyadari arah mata Keenan yang juga tertuju pada kaki-kaki indah itu, “Eh, pagi-pagi udah liat yang bawah-bawah aja sih!” omel Lara pada Keenan. Cowok itu melirik Lara tanpa ekspresi, “Daripada ngeliatin kaki lo, udah pake heels masih aja pendek.” Lara memukuli lengan Keenan sejadi-jadinya, meski pelan-pelan.

Eh, yang dipukuli malah tersenyum lima detik aja. Dalam hati Keenan sudah mulai mengerti apa yang dirasakan Lara sekarang, dia hanya diam saja dan lanjut menjahili Lara. “Tangan lo…” Ia berdecak kemudian, tangan besar Keenan menyentuh pelan tangan Lara, jantung Lara melompat hampir mau keluar.

“Gue rasa, siapapun suami lo nanti bakal susah mau hadiahin lo cincin…” “Kenapa emangnya?” “Tangan lo ini ukurannya sama kayak bayi-bayi pasien gue yang baru lahir.” Dia mengucapkannya dengan nada datar plus wajah tanpa ekspresi. “Heh! Penghinaan banget sih mulut lo!” Lara habis itu tertawa, walaupun sempat gondok dengan ucapannya.

Selanjutnya, mata Keenan beralih pada dada Lara, cewek itu makin kesal karena cowok itu berani bermain nakal dengannya. “Ngapain lo liat-liat ke daerah terlarang?” Lara mulai merasa kesal. “Dada lo tiap hari dibebet pake kain ya? Tipis amat.” “KEENAN!” Lara sudah naik darah.

Rasanya ingin kembali menampar mulut pedas nan tajam tapi tak bernada milik Keenan, tapi terpaksa ia mengurungkan niatnya, masih sadar diri di tempat umum. “Kenapa sih?” “Lo mah! Rese lo, kurang ajar. Dasar, dirty old man!” Cowok itu menoleh, “What? Tutup cangkem-mu,” omel cowok itu dalam bahasa Jawa. (bersambung)

OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0860 seconds (0.1#10.140)